Review Sayap-Sayap Kecil by Andry Setiawan
My rating : 4 bintang
(skala 5)
Judul : Sayap-sayap Kecil
Penulis : Andry Setiawan
Penyunting : Yooki
Proofreader : Seplia
Illustrator isi : Chyntia
Yanetha
Penerbit : Inari
Terbitan : Oktober 2015
Jumlah halaman : 124
halaman
ISBN : 978-602-71505-2-2
---------------------------------------------
SINOPSIS
SINOPSIS
---------------------------------------------
Para Pembaca.
Berikut fakta singkat
tentang diriku:
1. Namaku Lana Wijaya.
2. Ibuku suka memukul dan
menyiksaku bahkan dengan kesalahan sekecil apa pun. Seperti ketika aku lupa
membeli obat nyamuk.
3. Aku punya tetangga baru.
Cowok cakep yang tinggal di sebelah rumah.
4. Kehadiran cowok cakep
tidak mengubah kenyataan bahwa aku sering pergi ke sekolah dengan bekas memar
di sekujur tubuhku.
5. Doakan aku supaya bisa lulus
SMA secepat mungkin dan pergi dari rumah sialan ini.
Buku ini adalah buku
harianku. Aku tidak akan merahasiakannya dan membiarkan kalian untuk membaca
kisah hidupku yang tidak terlalu sederhana ini. Mungkin sedikit aneh, tapi aku
harap kalian bisa belajar dari aku.
---------------------------------------------
REVIEW
---------------------------------------------
Satu kesan ketika tengah
membaca novel pertama dari Penerbit Inari ini. M.E.N.G.H.A.R.U.K.A.N. T.T Tidak banyak novel yang bisa
membuatku menitikkan air mata (berhubung aku lagi menghemat air mata sepanjang
tahun ini O.O) Tanggulnya bocor juga... Padahal novelnya agak tipis. Tapi isinya berbobot. =)
Dari judulnya yang unik, Sayap-sayap Kecil bisa ditebak genre novel ini remaja.^.^
Dari judulnya yang unik, Sayap-sayap Kecil bisa ditebak genre novel ini remaja.^.^
Sayap-sayap Kecil
mengisahkan kisah hidup seorang Lana Wijaya. Gadis ceria yang agak tomboy,
pandai menyembunyikan perasaan, dan ahli bermain gitar. Ia harus berjuang
keras. Menghadapi ibunya yang egois, pemberang, pemabuk, dan sering
menyiksanya. Sedangkan ayahnya entah di mana. Ibunya pergi meninggalkan rumah
dan membawa Lana saat ia masih duduk di kelas 6 SD.
Surya, tetangganya
sekaligus kakak kelasnya yang berwajah manis ingin menolongnya. Bahkan Surya akan melaporkan
kekerasan yang dilakukan Ibu Lana ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia).
Lana menghadapi dilema. Ia
tak ingin ibunya masuk penjara, Tapi ibunya tak pernah berubah...
Mengapa Lana tidak melarikan diri dan hanya pasrah?
Ada beberapa kemungkinan cara berpikir pengarang :
1. Lebih logis jika Lana bertindak seperti itu karena umur Lana yang masih remaja.
2. Keluarga Lana hanya ibunya. Lain halnya jika Lana memiliki keluarga utuh. Lana akan lebih berani menentukan sikap.
Karakter Lana ialah kontradiktif. Ia tabah dalam menghadapi siksaan ibunya, tapi di saat akhir cerita ia memutuskan hal yang sangat mengejutkan. Sebenarnya keputusan yang ia ambil, tidak menghadapi masalah secara langsung. Ini khas cara berpikir remaja.
Mengapa Lana tidak melarikan diri dan hanya pasrah?
Ada beberapa kemungkinan cara berpikir pengarang :
1. Lebih logis jika Lana bertindak seperti itu karena umur Lana yang masih remaja.
2. Keluarga Lana hanya ibunya. Lain halnya jika Lana memiliki keluarga utuh. Lana akan lebih berani menentukan sikap.
Karakter Lana ialah kontradiktif. Ia tabah dalam menghadapi siksaan ibunya, tapi di saat akhir cerita ia memutuskan hal yang sangat mengejutkan. Sebenarnya keputusan yang ia ambil, tidak menghadapi masalah secara langsung. Ini khas cara berpikir remaja.
Novel ini disajikan dengan
menarik. Bagai membaca sebuah diary. Cara penyajian tersebut membuatku teringat
novel remaja yang sudah lama banget, Dear Diary. Walaupun tema ceritanya jauh
berbeda.=)
Mungkin anak remaja
sekarang jarang yang menulis diary karena kemajuan zaman yang serba gadget.
Tapi pada masa kecilku, diary adalah hal yang sangat ngetrend, terutama di
kalangan anak perempuan. Diary berkesan romantis dengan corak kertas yang
menarik. Bahkan tersedia aneka aroma yang menguar harum. Apakah ada yang pernah
menulis diary dengan air jeruk? Hanya terbaca jika kau mendekatkan kertas ke
cahaya?
Menurutku, Andry Setiawan
memilih cara penyajian dengan gaya diary untuk menekankan kesan rahasia yang
menyelubungi hidup Lana Wijaya. Di luar ia terlihat normal walaupun agak
menjauh dari teman-temannya. Di dalam jiwanya, ia sabar menanti hingga saat
kebebasan dari siksaan. Yaitu saat ia lulus SMU. Selain itu, dengan diary,
lebih mengekspresikan perasaan Lana yang terdalam.
Tema cerita terhitung unik.
Mengangkat masalah sosial yang marak di tengah masyarakat. Baru pertama kali
aku membaca novel tentang kekerasan anak (biasanya biografi). Jarang juga
menemukan kasus kekerasan anak yang dilakukan seorang ibu kandung. Biasanya ayah
kandung, ayah tiri, atau pun ibu tiri. Ibu Lana termasuk tipe orang dewasa yang
kekanak-kanakkan. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Makna kisahnya sangat
dalam. Kedewasaan tidak bergantung pada usia, tapi kematangan cara berpikir dan
bersikap. Lingkungan yang buruk dapat membentuk karakter menjadi dingin dan
sadis.
Pengarang pandai memainkan
emosi dengan kata-kata yang sederhana. Kalimatnya cukup ringkas sehingga sesuai
dengan genre remaja. Walaupun banyak penderitaan yang dialami Lana, keceriaan
khas remaja tetap terlihat dalam novel ini. Bahkan ceritanya cukup romantis
dengan hadirnya Surya yang ganteng dan misterius.
Hal teromantis dalam novel
ini ialah bait lagu Sayap-sayap Kecil. ^.^
Oh, gadisku terbanglah
Dengan sayap-sayap kecilmu
Yang aku berikan pagi itu
Membumbunglah tinggi
Dan tinggi dan tinggi dan
tinggi lagi
Dibanding novel Andry Setiawan yang pertama kali kubaca, Then I Hate You So, gaya bahasa Sayap-sayap Kecil lebih mengalir. Emosinya juga lebih terasa. =)
Twist cerita sangat mengejutkan. Berbau fantasi. Ternyata pengarang menyodorkan pilihan ketiga. Ala manga misteri. ^.^
Percakapan antara Lana dan
Surya jika ditulis dalam gaya diary kayaknya lebih cocok dan konsisten jika
menggunakan
Aku : …
Surya : …
Daripada
Lana : …
Surya : …
Karena sejak awal sampai
akhir, novel ini menggunakan sudut pandang (PoV, Point of View) orang pertama,
yaitu aku (Lana).
Quotes yang menarik :
Akan sangat menarik jika
sang pengarang mengarang sekuel tentang kekerasan anak. Bukan tubuhnya yang lebam.
Melainkan jiwanya. Jiwa yang rusak sulit untuk ditambal kembali. Mungkin banyak
orang yang tidak tahu bahwa kekerasan anak selain berakibat luka lebam (seperti
pada novel ini) atau kematian yang tak disengaja, bahkan bisa berakibat
gangguan jiwa seperti schizophrenia atau pun meniru perbuatan orang tuanya yang
suka menyiksa.
PS1 : Alangkah baiknya jika
ada bimbingan untuk para pasangan yang hendak menikah untuk mengetahui
bagaimana cara mendidik anak yang baik. Segala konsekuensi jika melakukan
kekerasan terhadap anak. Atau bahkan tes psikologi pada pasangan. Apakah mereka
siap secara mental untuk mempunyai anak? Apakah mereka memiliki penyimpangan
tingkah laku seperti kasar, sadis, dll? (Sebenarnya perilaku sadis bisa
terlihat dari perlakuan kepada hewan peliharaan.) Semacam terapi keluarga.
Sehingga kejadian-kejadian menyedihkan yang menimpa anak-anak bisa
diminimalisir. =)
PS2 : Terima kasih banyak pada Owl Book Store. Aku dapat novel yang berttd. ^.^
Komentar
Posting Komentar