Review Jika Aku Milikmu by Bernard Batubara

My rating : 5 bintang (skala 5)



Judul : Jika Aku Milikmu
Penulis : Bernard Batubara
Penyunting : Gita Romadhona & Ayuning
Penyelaras aksara : Widyawati Oktavia
Penata letak : Gita Ramayudha
Desainer sampul : Levina Lesmana & Agung Nugroho
Illustrator isi : Ida Bagus Gede Wiraga (@ibgwiraga)
Penerbit : GagasMedia
Terbitan : 2015
Jumlah halaman : 262 halaman
ISBN : 979-780-839-6

Sinopsis :
Bisakah cinta tumbuh tanpa keragu-raguan?
[Sarif]
Bila suatu ketika cinta datang dan menghampirimu, mampukah kau menerima ketidaksempurnaan yang dibawa oleh cinta?

[Nur]
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengubah keragu-raguan menjadi cinta? Mungkin tidak selama waktu yang diperlukan untuk memupuk luka.

[Mei]
Di dalam setiap alunan melodi rindu, ada satu nada yang berbeda. Seperti perasaan ganjil tentang cinta yang tidak semestinya- yang saat ini kurasa.

Jika suatu hari nanti, tiba waktunya kau untuk mencintai, bisakah kau memberikan cinta kepada seseorang yang tidak sempurna?

Review :

Jika Aku Milikmu merupakan salah satu seri L.O.V.E Cycle yang diterbitkan GagasMedia. Sesuai dengan kemasannya yang menekankan cinta, novel ini terasa so sweet. Romantis tapi tidak norak. Gaya bahasanya menarik dan agak puitis. Kata-katanya mengalun sederhana tapi disusun dengan indah dan penuh makna.



Yang paling unik dari membaca novel ini rasanya seperti mendengarkan alunan biola. Nada rendah dan tinggi. Perlahan dengan desir-desir halus cinta pertama. Melayang membuai. Pekat. Meracuni setiap saraf dengan kegalauan. Lalu mengentak keras dan cepat dengan emosi kecemburuan yang membara. Benar-benar mengekspresikan cinta yang penuh dengan paduan rasa. Kedua tokoh utamanya mengalami sayatan penderitaan cinta sehingga mengerti arti cinta dan kehidupan yang berujung pada kebahagiaan. Setelah mengalami badai, tentu akan lebih menghargai makna cinta itu sendiri.



Pengarang juga terlihat melakukan riset dengan baik. Pembaca diajak menjelajah dunia musik klasik yang penuh dengan gubahan-gubahan komposer terkenal. Bach. Brahms. Chopin. Mozart. Dll.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk yakin bahwa dia benar-benar sedang jatuh cinta? (Sarif, halaman 0)
Ada banyak hal yang membuatnya ragu. Beragam pertanyaan membuatnya gusar : apakah ini terlalu cepat? Apakah gadis itu orang yang tepat? Jika cinta ini dimulai, seberapa lama ia akan bertahan? Apakah jika mereka memutuskan untuk menjalin hubungan, mereka akan menjadi pasangan yang baik? Apakah perasaan ini benar-benar cinta, atau hanya sesuatu yang menyerupai cinta? (Sarif, halaman 1-2)
Kisah ini bertemakan kegalauan cinta pertama. Rasa bimbangnya benar-benar terasa di antara tokoh-tokohnya, yaitu Sarif, Nur, dan Mei yang terlibat cinta segitiga. Cinta yang satu terlihat rumit dan penuh tantangan. Sedangkan yang lainnya terasa begitu mudah diraih seperti air yang mengalir. Tapi siapa yang bisa mengatur masalah cinta di hati? Siapa yang akan memenangkan hati Sarif? Cinta lama atau baru?


Novel ini juga menekankan lokalitas dengan latar kota Pontianak yang merupakan kota kelahiran sang pengarang, Bernard Batubara. 


Pengarang menekankan pengaruh budaya Tionghoa yang cukup kental di Pontianak. Seperti perayaan Imlek yang diramaikan dengan atraksi liong. 


Juga warisan budaya suku Dayak Kanatyn berupa Rumah Betang.



Hal yang sangat menarik ialah kontradiksi yang pengarang bangun. Hal tradisional dan modern berjalan beriringan dalam novel ini. Misalnya :
-Sarif merupakan karakter yang kontradiktif. Dalam hubungan cinta ia konservatif. Selalu ragu dengan perasaannya. Tapi dalam kehidupan ia berpandangan maju dan sangat idealis. Bahkan ia berani menentang ayahnya yang seorang pengusaha kayu sukses untuk menggapai cita-citanya untuk menjadi seorang pengarang.
“Apa kata dunia, jika aku memacari adik kelas, satu organisasi pula?” (Sarif, halaman 16)
Tapi tanpa Sarif sadari, sebenarnya ia agak mirip dengan ayahnya, Marwan walaupun ia tidak ingin menjadi duplikat Marwan. Seperti Marwan yang melakukan pencitraan karena ingin menjadi seorang pejabat, Sarif juga melakukan pencintraan saat duduk di SMU. Ia menahan perasaan cintanya pada Nur. Demi image di SMU dan demi menuruti keinginan Marwan untuk tidak berpacaran.
-Nur juga merupakan karakter yang kontradiktif. Ia seorang violis. Pemain biola yang merupakan alat musik Barat dan memainkan lagu-lagu klasik. Tapi pandangan hidupnya tradisional. Ia ragu-ragu untuk berkelana ke luar Pontianak.
Baik Sarif, Nur, dan Mei merupakan seniman yang berjiwa bebas. Sarif dengan tulisannya dan pemberontakannya terhadap ayahnya. Nur dengan nada-nada biolanya dan pendiriannya yang teguh. Dan Mei dengan sikapnya yang lebih agresif memperjuangkan cintanya. Mereka bertiga serupa tapi tak sama. Sarif sangat idealis dan ambisius. Nur lebih fleksibel. Mei yang paling modern. Tapi mereka bertiga tetap serupa, pada akhirnya tetap terikat dengan adat. Sarif yang menganggap gadis Pontianak adalah the best lover. Nur yang mengorbankan mimpinya untuk orang tersayang. Mei yang tidak bisa mengabaikan tradisi keluarganya. Bahkan ada ulasan perjodohan dalam novel ini yang benar-benar mencerminkan tradisi di Timur. Hubungan mutualisme antara dua keluarga. Penekanan babat, bibit, dan bobot. Keluarga sangat menentukan dalam masalah perjodohan.

Pemahaman cinta yang dalam terlihat dalam novel ini. Cinta bukan untuk saling melengkapi. Bukan persatuan dua karakter seperti lemah dan kuat. Cinta harus didasari landasan yang kuat untuk menghadapi segala badai. Persatuan dua karakter yang hampir sama kuatnya. Karena begitu timpang, ikatan cinta itu lemah.

Pencarian jati diri ketika dewasa pun terekspresikan dengan baik. Ambisi dan mimpi harus berhadapan dengan tantangan hidup dan kenyataan.

“Mimpi-mimpi, Nur, sama pentingnya dengan cinta.” (Sarif, halaman 49)
“Di dalam setiap helai daun akasia, itulah mimpi-mimpiku. Aku tidak akan membiarkan angin menjatuhkannya dan ia mongering dan hancur terinjak kaki-kaki manusia yang bahkan tak pernah tahu apa arti sebuah mimpi.” (Sarif, halaman 49)
Mimpi. Ini semua tentang mimpi. Sarif dan Nur ialah orang-orang muda yang penuh mimpi dan berkepribadian kuat. Bahkan Mei yang terlahir dengan sendok emas di mulutnya juga memiliki mimpi yang sulit untuk digapai.
Walaupun Sarif dan Mei berani memperjuangkan mimpinya, tapi Nur merupakan karakter yang lebih menarik. Ia jauh lebih kuat dari Sarif dan Mei. Karena Nur berani mengorbankan mimpi terbesarnya demi kasih sayangnya. Ini merupakan perbedaan cara mencapai mimpi. Langsung atau tak langsung. Radikal atau pasrah penuh kelembutan. Cara pengarang mengupas karakter sangat logis. Jangan menyepelekan sebuah bibit yang terlihat lemah karena bisa saja ia berjuang lebih keras dibandingkan hal-hal lain.

“Semua orang mencuri dari hutan. Semua orang mencuri dari alam dan kehidupan. Hanya saja, beberapa cukup bijak untuk mengembalikannya lagi, sementara yang lain tidak.” (Laila, halaman 139)
Terdapat sisipan kasus ilegal logging yang memang marak di Kalimantan. Ibarat membangun istana pasir. Materi tidak ada artinya dengan kebebasan hidup yang direnggut.

Kisah ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Twistnya menarik dan alur yang digunakan campuran sehingga tidak membosankan. Sedikit kelemahan novel ini berupa karakter Sarif Tizaruddin yang agak terlalu ideal dan sangat setia. Konflik cinta akan lebih meruncing jika Sarif sempat berpaling. Tapi mungkin pengarang ingin menekankan rasa kegalauan sehingga rasa ketertarikan pada Wanita Idaman Lain tetap berupa kabut. Samar, membayang, tapi tetap terkendali. Romantisme kisah ini benar-benar membuai perasaan. Bacaan wajib untuk penggemar romance. =)

Penokohannya menarik :
Sarif Tizaruddin (Sarif) berkarakter sangat idealis, tegas, jaim, optimis, dan keras kepala. Tapi konservatif dalam cinta.
Marwan Tizaruddin (Marwan), ayah Sarif yang berkarakter dominan, keras, egois, dan materialis.
Laila Tizaruddin (Laila), ibu Sarif yang berkarakter tenang dan penurut.
Nuraini Abubakar (Nur) berkarakter tenang, polos, dan konservatif.
Mei Anastasia (Mei) berkarakter agresif, ceria, dan optimis.

Quotes yang menarik :
















Komentar

  1. Novelnya sepertinya menarik, gak hanya cinta-cintaan tapi ada sesuatu yang unik dan bermakna. Mungkin kata-kata yang puitis dan mendalam. Pernah baca karya Bara, Milana tapi agak mumet memahami bukunya. Mungkin ini lebih ringan kali ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuk baca novelnya ^^ kisah cintanya mengalir, sama sekali ga bikin mumet =)

      Hapus
  2. Huaaa jadi penasaran kepingin baca. Apalagi kalau bacanya seperti mendengarkan alunan biola. Nada tinggi ... Nada rendah, baru ngebayangin aja udah melayang. Pengen tau juga soal pontianaknya :D. Reviewnya komplit mbak. Bagus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya,novel yg wajib dibaca ^^ ekspresi cintanya halus. makasih udah berkunjung ^^

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posting