Review Days of Blood and Starlight karangan Laini Taylor



Judul novel                  :           Days of Blood and Starlight
Pengarang                   :           Laini Taylor
Alih bahasa                 :           Primadonna Angela
Penerbit                       :           PT Gramedia Pustaka Utama
Terbitan                       :           2014
Jumlah halaman          :          608 halaman
Harga                          :           Rp 88.000,00

Days of Blood and Starlight merupakan sekuel kedua dari trilogi Daughter of Smoke and Bone. Genre novel ini fantasi dengan tokoh utama Karou, seorang gadis berambut biru dengan hamsa (gambar mata) di kedua telapak tangannya. Gambar mata merupakan lambang dari demon ataupun kekuatan gelap (seperti yang kita ketahui, di piramida Mesir terdapat simbol mata). 

“Dari debu, kami bangkit.”

Karou memang murid Brimstone yang mempunyai kekuatan magis membangkitkan jiwa. Ia juga hobby mengoleksi geligi dari berbagai makhluk hidup.

Di kehidupannya yang lalu, Karou ialah Madrigal, seorang chimaera cantik dari Suku Kirin dengan sayap kelelawar raksasa terentang lebar dan kuku belah antelope. Kisah cinta terlarang yang tragis antara Madrigal dengan Akiva, seorang seraphim (malaikat api) yang tampan.

Novel ini bersudut pandang campuran. Kebanyakan bab menggunakan sudut pandang Karou sebagai tokoh utama. Tapi, ada beberapa bab menggunakan sudut pandang Akiva dan Zuzana. Tidak menjadi masalah karena dituliskan dengan apik.

Karakter Karou tegas, dingin, bertanggung jawab, merana, dan penuh penyesalan. Akiva berhati lembut dan buta karena cinta, walaupun Akiva seorang serdadu Zadah yang tangguh dan terkenal dengan sebutan Seranah Makhluk Buas atau Pangeran Haram Zadah. Jari-jarinya menghitam karena hitungan banyaknya chimaera yang ia bunuh, sama halnya dengan tangan kedua saudara seayahnya, si cantik Liraz yang galak dan Hazael yang murah senyum. Akiva sudah jenuh membunuh. Dahulu bersama Madrigal, ia memimpikan dunia yang baru, dimana tidak ada peperangan.

Zuzana yang lincah, pemberani, nekat, dan cuek. Karakter Mik (pacar Zuzana), si musisi kurang terlihat, selain ia sangat mencintai Zuzana. Banyak sekali tokoh-tokoh pendukung di novel ini, seperti lazimnya kisah fantasi peperangan sehingga agak memerlukan konsentrasi untuk mengingat nama-namanya. Tapi, yang sangat mencolok ialah karakter Thiago, sang Serigala Putih, anak Panglima Perang yang memimpin kawanan chimaera sekarang ini. Ia tampan dengan rambut putih sepunggung, berkarakter dingin dan licin. Dan ia juga mencintai Madrigal!!!

Tema cerita ini sangat menarik, kisah peperangan antara malaikat yang dipimpin Joram (ayah Akiva) yang haus darah melawan para chimaera (demon). Antara api melawan kegelapan. Malaikat yang biasanya kita kenal berkarakter penyayang, dalam kisah ini diceritakan ambisius. Yang unik beberapa chimaera yang seharusnya jahat karena merupakan demon (iblis) malah berhati baik. Kisah ini seperti penggambaran bahwa yang dianggap baik di mata umum belum tentu baik, dan sebaliknya.

Ide cerita Karou si pembangkit jiwa-jiwa danyang (serdadu chimaera) agak menyerupai  Victor Frankenstein yang menciptakan monster Frankenstein. Kekelaman bergaya Gothic. 

Rasa dendam Karou kepada Akiva yang menghancurkan dunianya terungkapkan dengan baik. Bukankah cinta dan benci hanya berbatas sehelai benang? Karou malu akan dirinya di masa lalu. Ia bertekad untuk melupakan Akiva selamanya. Berbeda halnya dengan Akiva yang cinta mati.

“Selama kau masih hidup, masih ada kesempatan.”

Akhir cerita novel ini menggantung. Bagaimana akhir dunia chimaera dan seraphim? Aku tidak sabar menantikan sekuel ketiganya =) Untuk kisah fantasi yang bagus ini, kuberikan nilai 4,5 bintang ^.^


Komentar

Popular Posting