Review Heartling by Indah Hanaco
My rating : 3,5 bintang
(skala 5 bintang)
Judul : Heartling
Penulis : Indah Hanaco
Editor : Irna
Permanasari
Penerbit : PT Gramedia
Pustaka Utama
Terbitan : 2015
Jumlah halaman : 280
halaman
ISBN :
978-602-03-1592-8
Sinopsis
:
“Amara, kamu lapar? Kita makan dulu
ya? Sudah malam nih. Jangan takut, dompetku lagi gendut, jadi aku yang traktir.
Kamu kan sudah menemaniku sejak sore. Mau ya? Aku memaksa nih!” (halaman 26)
Cowok. Sahabat. Gaun. Pemerkosaan. Rumah
sakit.
Monster
Marcello membuat Amara mengalami trauma untuk berdekatan dengan pria manapun.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan pria blasteran Korea-Indonesia bernama Ji
Hwan.
Tapi
monster tersebut tiba-tiba muncul kembali ke dalam hidup Amara. Apakah hubungan
Amara dan Ji Hwan akan berjalan mulus? Atau Amara memang ditakdirkan untuk
hidup seorang diri dalam bayang-bayang gelap masa lalunya? Sementara itu,
Reuben, dosen Amara yang tampan dan populer ternyata juga mencintai Amara …
Siapa yang harus dipilih Amara?
Review
:
Judul novel bergenre
young adult ini menarik, ‘Heartling’ yang berkesan romantis dan bermakna sama
dengan panggilan sayang, ‘Darling.'
“Amara … aku minta maaf. Aku … sama
sekali nggak bermaksud melakukan itu. Aku nggak … sengaja. Aku akan melakukan
apa saja agar kamu percaya padaku lagi. Aku …” (halaman 30)
Novel
ini menceritakan tentang persahabatan kental antara Amara, Sophie, dan Brisha, yang
masing-masing memiliki masalah rumit dan berusaha memecahkannya bersama-sama.
Seperti Amara yang trauma karena diperkosa oleh sahabatnya sendiri, Marcello.
Sophie yang menyimpan sisi misterius dalam hidupnya. Brisha yang mengalami
kebahagiaan semu.
Sejak
awal kisah pengarang sudah menekankan trauma Amara yang mendalam. Pemerkosaan
memang bisa berakibat dua hal, yaitu :
1.
Menjadi trauma dengan pria, takut berdekatan, penyendiri, dll, persis seperti
yang dialami Amara.
2.
Atau bisa saja menjadi berkepribadian dan mempunyai pandangan hidup yang berbeda
360 derajat (misalnya menjadi monster pembalas dendam terhadap semua pria) karena
hatinya sudah sedingin es. Ingin membalas dendam kepada semua pria dengan
mempermainkan hati pria. Dalam kisah ini, Amara tidak seperti itu. Memang kepribadiannya
berubah menjadi penyendiri. Ia merajut kepompong kasat mata dengan mengubah
dirinya menjadi ketus dan dingin, proteksi agar dirinya dibiarkan sendiri dalam
hidupnya. Prinsip hidup Amara, ‘aku tidak mengganggu dan aku tidak mau
diganggu.’ Ia marah pada si pemerkosa, tapi
ia cukup logis memilah-milah. Ia tidak membalas dendam kepada seluruh
pria akan nasib malang yang menimpa dirinya. Amara hanya ingin menciptakan
dunianya sendiri, yang jauh dari rasa takut, dan pria …
3.
Menjadi tidak waras karena pemerkosaan berdampak fisik dan psikis. Merasa diri
kotor. Padahal tubuh adalah tubuh. Jiwa adalah jiwa. Tubuh akan rusak karena
bersifat fana. Tapi jiwa bersifat kekal, tetap dapat bebas dan utuh. Walaupun
memang sangat sulit untuk menata hidup setelah mengalami hal yang terburuk,
terutama menjaga jiwa tetap sehat. Di balik hal yang terburuk selalu ada hal
yang terindah. Ketika seseorang bisa lepas dari bayang-bayang masa lalunya, ia
seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang dan memulai hidup baru seperti
kupu-kupu cantik yang lahir dari kepompong.
4.
Si korban mengalami jatuh hati dengan si pemerkosa. Kadang-kadang si pemerkosa
tobat dan bertanggung jawab untuk menikahi si korban, apalagi jika hamil. Walaupun
awalnya korban membenci si pemerkosa. Hal ini terjadi dalam novel ‘Karmila’
karangan Marga T. =) Sedikit kejanggalan
dalam novel ini, biasanya jika orangtua mengetahui anaknya diperkosa oleh
sahabat anaknya, hal pertama yang berusaha dilakukan ialah menikahkan keduanya walaupun
mungkin tidak ada rasa cinta. Biasanya keluarga lebih bersifat protektif dan
tidak ingin masyarakat mengetahui kejadian ini dan berusaha menutupinya karena
pengucilan publik terasa sangat menyakitkan. Belum lagi dunia Timur yang umumnya
menuntut virginitas jika menikah dengan pria lain (memang tidak semua pria
menuntut hal tersebut ^^). Tapi, mungkin dalam kisah ini, pengarang ingin
menekankan bahwa walaupun ada peristiwa pemerkosaan, keluarga lebih
berpandangan terbuka dan berkepribadian kuat. Lebih bersifat melindungi kebebasan
perasaan si anak. Tidak ingin mempersempit pilihan hidup anaknya hanya karena
satu titik peristiwa. Jadi, ‘move on’
merupakan tema yang tepat untuk menggambarkan novel ini. =)
Pemerkosaan
sudah jelas menyiksa fisik Amara. Berdampak pada jiwanya. Tapi, ia berpandangan
positif dan tidak membiarkan dirinya terperosok lebih jauh dengan membiarkan
jiwanya juga diperkosa oleh bayang-bayang masa lalu. Hanya sayangnya, Amara
tidak pernah bisa memaafkan si pemerkosa sampai akhir kisah ini, walaupun si
pemerkosa sudah meminta maaf. Memang manusiawi untuk sulit memberikan kata ‘maaf’
untuk hal yang sangat sulit dimaafkan. Tapi umumnya memberikan kata ‘maaf’ akan
memberikan perasaan lega dan pasrah karena tidak ada beban apa-apa lagi. Akan
lebih berkesan jika Amara bisa memaafkan monster Marcello. ^^ Korban perkosaan
dan pemerkosaan, mana yang patut dikasihani? Memang korban perkosaan, sudah
jelas ia yang menjadi korban. Tapi, sebenarnya, yang jauh lebih patut
dikasihani ialah si pemerkosa, karena ia membiarkan dirinya, jiwanya diperkosa absolut
(mutlak) oleh hasrat sesaat, tanpa memikirkan dampak selanjutnya. Hukuman
terberat untuk si pemerkosa ialah perasaan bersalah. Bahkan karma yang cukup
ekstrim ditampilkan dalam novel ini. (Tapi dalam beberapa kasus pemerkosaan,
yang berbahaya ialah psikopat yang tidak pernah merasa salah.)
Pengarang
menampilkan bahwa siapapun bisa menjadi pemerkosa walaupun ia sahabat kita
sendiri. Marcello yang mengalami broken
home, bertepuk sebelah tangan dengan Amara yang hanya menganggapnya
sahabat. Penolakan ini membuat Marcello merasa ia harus memiliki Amara (walaupun
sesaat, walaupun dengan jalan memperkosa) karena Marcello merasa ia telah
kehilangan segalanya.
Penokohan
:
Amara
Kameli (Amara) berkarakter penyendiri, dingin, cuek, dan sinis.
Sophie
Lolita (Sophie), teman kuliah Amara yang berkarakter kepo, ramah, hangat, ceriwis,
baik hati, dan easy going.
Brisha,
teman kuliah Amara yang berkarakter kepo dan baik hati.
Reuben
Harlan (Pak Reuben), dosen Amara dan Sophie yang berkarakter ramah, hangat, dan
agresif.
Zeus, kakak Amara yang over-protective.
Marcello,
mantan sahabat Amara yang berkarakter lemah dan egois.
Seo
Ji Hwan, teman kakak laki-lakinya Brisha yang ramah, gaul, hangat, dan lembut.
Tipe Prince Charming.
Kutipan kalimat yang
menarik :
Yang
sangat menarik dalam novel ini ialah metamorfosis perasaan Amara yang dari
trauma dan sangat takut pada pria untuk mulai merasa lagi percaya dan nyaman
dengan pria. Bahkan Amara bisa jatuh cinta. ^.^
Alur
ceritanya mengalir lancar dan emosi terasa dalam dialog-dialognya. Sedih Takut.
Galau. Cinta. Benci. Kisahnya romantis dan cukup mengharukan. Twist cerita
cukup rumit walaupun perjalanan cintanya agak mudah ditebak. ^^
Belum pernah baca karya mbak Indah Hanaco, belum tertarik aja mungkin. Visit balik ya :)
BalasHapusiya, makasih bnyk udah berkunjung ya ^^
Hapus