Review Mantra Dies Irae karangan Clara Ng




















Judul Buku                   :          Mantra Dies Irae
Penulis                          :          Clara Ng
Penerbit                       :          PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit                 :          2012
Jumlah halaman           :          348 halaman

Clara Ng membawa kita mengembara ke dunia imajinasinya yang penuh warna kehidupan. Dunia para penyihir Indonesia yang bertahan hidup di abad modern. Mantra Dies Irae merupakan buku ketiga dari trilogi “Jampi-jampi Varaiya”. Walaupun merupakan salah satu serial dari trilogi, tapi novel ini dapat dinikmati secara terpisah tanpa kesulitan dalam memahami alur ceritanya.

Novel ini menceritakan kisah cinta para penyihir. Suatu kisah cinta yang rumit. Entah segidelapan, entah segisembilan. Ada amarah ada tawa, ada tangis ada senyum. Walaupun alur cerita mudah ditebak, tapi cerita ini ringan, romantis, mengharukan, lucu, dan sangat menghibur dengan humor dan gaya bahasa Clara Ng yang segar dan lugas.

Pax yang pesimis dan diam-diam memendam cinta setengah mati pada Oryza yang manis dan emosional. Dunia Pax hancur lebur ketika mendengar Oryza dilamar Xander, langsung dari mulut Oryza sendiri. Hanya satu tempat untuk melarikan diri dari hal yang menyakitkan itu… Ya, warung makan Nuna…tukang masak bebek crispy yang bawel, yang pasti bisa memahami perasaan Pax.

Nuna yang biasanya tegar dan sangat mencintai Xander juga menangis sedih mendengar kabar lamaran tersebut. Oryza yang judes tapi lembut hati berniat mencomblangkan Pax dan Nuna.

Pax kaget karena ternyata Xander, si penyihir tampan yang menguasai mantera Dies Irae biseksual! Konflik terjadi ketika Tsungta dan Chao masuk ke dalam kehidupan mereka. Belum lagi kekocakkan tingkah Strawberry yang melakukan apapun untuk mendapatkan cinta Xander.

Sebenarnya dalam novel ini, tokoh-tokohnya mempunyai kemiripan watak. Seperti Nuna dan Oryza yang judes dan galak. Chao, Tsungta, dan Strawberry yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cinta. Yang kontras ialah watak Xander yang percaya diri, usil, fleksibel dengan watak Pax yang pesimis, pemarah, dan sensitif.

Tokoh guru sihir Pax yang terpaksa menjual ilmunya menggambarkan keinginan penulis untuk mengangkat masalah kesejahteraan guru.


Aku menyukai kisah Pax dan Nuna yang lucu, romantis, dan mengharukan ini. Kisah Paxillian Tanjung dan Beatrice Nuna. Kisah cinta antara dua penyihir muda yang penuh rasa dan pengorbanan. Bahwa mantera sejati ialah rasa cinta itu sendiri. =)

Komentar

Popular Posting